Mahkota Hijau untuk Ratu Jogja
Oleh : Nur Amalia K
Departemen Kajian Strategis
-LEM FKT UGM 2016-
#Juang
#SiapSemangat
Mahkota Hijau untuk Ratu Jogja
Oleh : Nur Amalia K
Departemen Kajian Strategis
-LEM FKT UGM 2016-
#Juang
#SiapSemangat
Sini yang Praktikum, Situ yang Kena Deadline
Oleh : Mahasiswa musiman yang ikut 2 Mei kemarin
Malam sebelum aksi, Bu Dhe Rektor yang sedang on air di singgah sana swaragandul mengatakan bahwa esok akan ada praktikum latihan politik praktis. Pernyataan Bu Dhe sungguh lucu, krik. Kami geram, kami tegaskan bahwa aksi ini bukan simulasi, sekali lagi bukan simulasi.
Ini tulisan ringan, serius. Ditulis berdasarkan pengalaman praktikum dan aksi 2 Mei kemarin, adanya seperti ini
Dasarnya saya sendiri, mungkin agak geram ketika mendengar kata praktikum, oke kita buktikan kalau ini bukan praktikum. Pertama, tidak ada pretest. Kalau ada pastilah saya kikuk, karena tidak tau materi apa praktikum kali ini dan gak semua mahasiswa mengambil mata kuliah demonstrasi, orasi atau semacamnya. Kalaupun materi praktikumnya adalah 3 isu tuntutan kemarin, pastilah nilai pretest saya jeblok (Saya baru baca tuntutan aksi pas mobilisasi masa ke Gedung Pusat. Otokritik : pahami dulu masalahnya, baru nyemplung aksi biar “kongkrit” kalo bahasa Netizen Budiman). Doesn’t make sense sih kalo gak ada pretest, tapi mungkin diganti posttest, tapi sampai akhir waktu pun gak ada posttest.
Ini 3 isu yang dibawa sebagai tuntutan aksi, buat yang belum baca
Tuntutan Tenaga Kependidikan untuk pencairan Tunjangan Kinerja. Menuntut kepada pimpinan Universitas untuk merealisasikan hak Tenaga Kependidikan selama 3 semester bukan hanya 2 bulan dan menuntut UGM melepas status Badan Hukum.
Tuntutan Pedagang Kantin Sosio Humaniora yang direlokasi walaupun keputusan masih “open” karena dikeluarkannya SP2 sepihak. Menuntut pencabutan SP2 dan menuntut dikeluarkannya SK Renovasi Kantin Sosio Humaniora, Kantin Kerakyatan Universitas Gadjah Mada.
Tuntutan perbaikan sistem UKT. Menolak kenaikan UKT 2016 dari tahun sebelumnya. Menolak penerapan Uang Pangkal bagi mahasiswa jalur mandiri. Menuntut adanya penundaan pembayaran UKT serta mekanisme penyesuaian UKT baik temporal maupun permanen di seluruh fakultas yang selanjutnya diatur dalam SK Rektor. Menuntut range penghasilan yang sama dalam penggolongan UKT dengan mempertimbangkan jumlah tanggungan keluarga. Menolak pemberlakuan sistem UKT bagi mahasiswa S1 diatas semester 8 dan bagi mahasiswa D3 diatas semester 6. Menuntut UGM menganggarkan beasiswa PPA-BBP dari BOPTN tahun anggaran 2016 atau mengadakan pengganti beasiswa PPA-BBP minimal dengan kuota yang sama.
Oke lanjut yang kedua. Ditengah berjalannya praktikum, kami tidak melihat koas ataupun asisten praktikum yang tugasnya membimbing praktikannya. Bu Dhe Rektor di metrotivi mengatakan “Ini adalah simulasi untuk demo karena apa disitu para pembimbing sedang mengawasi lalu mereka itu mengevaluasi” (Saya usahakan mengutip persis apa kata Bu Dhe). Kalau ini praktikum, jelas semua kegiatan dilakukan secara prosedural dan tertib, kalau tidak maka akan diarahkan atau mendapat peringatan dari asisten praktikum. Tapi kegiatan teman-teman kemarin menurut saya bukan merupakan step by step prosedur seperti langkah kerja praktikum. Bu Dhe yang sulit diajak turun tentunya memaksa negosiator untuk mengimprovisasi yang lebih kepada spontanitas dan gak ada dalam prosedur, lalu mengapa kami tidak diingatkan? Mengapa kami tidak dievaluasi di tempat?
Yang ketiga, Bu Dhe Rektor selaku fasilitator yang mengakomodasi praktikum kemarin sempat mutung (Saya kurang tau, pas kejadian saya sedang makan). Dengar-dengar Beliau marah karena dibelakangi peserta praktikum dan karena suaranya sebagai Ibu tidak diperhatikan. Saya bingung, ini konteksnya praktikum atau happy family, kebingungan saya terletak pada timbal balik antara asisten praktikum dengan praktikan atau antara ibu dengan anaknya. Jelas keduanya berbeda secara tata krama. Dari awal Bu Dhe mengatakan ini praktikum, jelas beliau dengan kami adalah hubungan antara asisten prakitkum dengan praktikan yang bisa dibilang sopan santunnya gak ada tapi tetap menghormati, patuh pun karena kita diancam nilai. Lalu tiba-tiba Bu Dhe mengatakan “Saya selaku Ibu akan mendengarkan keluhan anak-anaknya” jelas dari sini kami dipaksa tunduk dengan norma antara Ibu dengan anak, ini akan sedikit memborgol kami. Saya pun enggan mengatakan sebagai Ibu, tulisan saya sedari tadi mengatakan Bu Dhe, bukan Ibu.
Setelah Bu Dhe reda dari mutungnya dan menemui kembali kami sekitar pukul 17.00 WIB, Beliau memberikan jawaban kurang lebih seperti ini (Ini sepenangkapan saya)
Sejak 28 April sudah diputuskan pada 2016 ini UKT sama dengan 2015 dan tidak ada kenaikan serta tidak ada uang pangkal untuk mahasiswa jalur mandiri
Pada 29 April Bu Dhe telah menerima dan sangat mengapresiasi dokumen usulan yang isinya ada mekanisme penyesuaian UKT. Akan ada penyusunan mekanisme penyesuaian maupun penundaan UKT baik temporal maupun permanen di seluruh fakultas yang selanjutnya diatur dalam SK Rektor.
Tanggal 16 Mei akan ada keputusan UKT yang tidak berlaku pada mahasiswa sarjana semester 8 dan mahasiswa diploma dan profesi semester 6.
Tanggal 16 Mei akan diupayakan untuk beasiswa pengganti PPA-BBP dan bilangan jumlahnya.
Tanggal 16 Mei akan ada pemberitahuan hasil koordinasi dengan direktur maupun dekan fakultas perihal perubahan besaran UKT untuk mahasiswa 2014 di beberapa prodi, khususnya SV, Biologi, dan fakultas lain yang mempunyai besaran UKT tidak proporsional.
Tanggal 16 Mei 2016 akan dikeluarkan SK mekanisme penyesuaian dan pemindahan pedagang kantin Sosio Humaniora.
Sebentar, kalau kalian tau bagaimana tanggal 16 Mei tersebut tertulis, pastilah kalian heran (kalau saya kebetulan pas di tkp, saya ketawa ngakak). Deadline tanggal tersebut dilontarkan Bu Dhe kepada kami ketika Beliau di hadapkan pada suasana sore menjelang maghrib, kami yang sudah tak sabar, intinya sedang dalam suasana terdesak. Awalnya Bu Dhe menjawab dengan memberikan rentan waktu, namun kami merasa waktu tersebut terlalu lama, sehingga negosiator dari kami menawar waktu tengahnya dan Bu Dhe Rektor menyetujui. Menurut saya ini aneh, biasanya dalam praktikum, koas atau asisten praktikum yang memberi woro-woro mengenai deadline pengumpulan laporan praktikum, tapi ini malah kami yang memberi deadline kepada Bu Dhe supaya laporannya dikumpulkan 16 Mei 2016. Katanya kami yang praktikum, kok Bu Dhe yang kena deadline. Mungkin ini bukti terakhir kalau aksi 2 Mei kemarin bukan aksi simulasi atau praktikum seperti kata Bu Dhe. Inget Bu Dhe, 16 Mei besok ditunggu laporannya.
Itu saja dari saya, praktikumnya anak agro seperti itu, mohon maaf kalau gak masyuk. Terakhir saya berpesan, aksi tersebut murni, bukan simulasi atau malah praktikum demokrasi. Kami dan 2 Mei sebagai lambang komitmen bangsa untuk selalu memperbaiki pendidikan warga negaranya. Bicara mengenai pendidikan bukan hanya perkara pemerataan akses saja, pemerataan mutu juga. Bagaimana mutu bisa merata jika peralatan praktikum alakadarnya? Katanya UKT untuk pemeliharaan fasilitas praktikum juga.
Sekian.
Satu Tahun Satu, Yakin?
Sudah saatnya kita tahu akan kebijakan dan tata kelola kampus dimana sebagai mahasiswa yang menjadi pelopor pergerakan sebuah keadilan dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh para petinggi dan pemilik kewenangan, maka perlu sebuah transparansi yang nyata dan merata. Sebelum menmbahas lebih jauh lagi, sudahkah kalian tahu apa itu MWA?
MWA (Majelis Wali Amanat) adalah Organ tertinggi di Universitas yang berwenang menyusun dan menetapkan kebijakan umum bersama Senat Akademik (SA). Dapat diibaratkan MWA itu adalah Organ yang membangun sebuah sistem organ dimana komponen organ tersebut berupa kumpulan gen yang beragam dari berbagai kalangan. MWA ada karena memiliki fungsi yang krusial dan sangat berpengaruh terhadap UGM sendiri. Fungsi MWA sendiri antara lain :
Wanita Jawa
Sebelumnya, perkenankan saya mengucapkan Selamat Hari Perempuan Internasional kepada seluruh perempuan di dunia, juga di Jawa yang masih bagian dari dunia.
Saya merasa masyarakat Jawa merupakan contoh masyarakat yang memiliki pembatasan dalam hubungan gender. Relasi tersebut menunjukkan kedudukan dan peran laki-laki yang cenderung lebih dominan dibanding perempuan.
Perempuan atau wanita, istilah wanita itu sendiri menurut bahasa Jawa berarti wani ditata (berani diatur). Pengertian ini memperlihatkan adanya perempuan Jawa yang pasif dan menjadi seorang pribadi yang selalu tunduk dan patuh pada laki-laki. Selain itu istilah pingitan yang diberlakukan kepada perempuan yang akan menikah, dirasa sebagai persoalan yang berhulu dari gender.
Rencana Relokasi Parkir Malioboro, Solutifkah?
Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi jalan Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan Margo Mulyo Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung,Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini.