Menjalin Jaringan, Perluas Wawasan Rimbawan

Menjalin Jaringan, Perluas Wawasan Rimbawan

Menjalin Jaringan, Perluas Wawasan Rimbawan merupakan tema yang diusung oleh Departemen Jaringan dan Kerjasama #Jangker #AksiRimbawan pada kegiatan Kunjungan ke Taman Nasional Gunung Merapi pada hari Jum’at, 9 Mei 2014. Peserta kunjungan ini tidak terbatas hanya pada organisasi saja, melainkan memang memfasilitasi KM FKT untuk mengenal pengelolaan kawasan Taman Nasional sekaligus memperkuat jaringan antara mahasiswa Fakultas Kehutanan dengan pihak Balai Taman Nasional itu sendiri.

Fregina (Jangker) dan Pak Teguh (Polhut TNGM)
Fregina (Jangker) dan Pak Teguh (Polhut TNGM)

Bertempat di Pusat Informasi Resort Pakem Turi, pemberian materi tentang pengelolaan kawasan Taman Nasional (TN) dilakukan sejak pukul 8.30 – 10.30 WIB. Beberapa pemateri yang memberikan penjelasan yaitu Bapak Teguh dan Mbak Titin selaku Polisi Hutan (Polhut), serta Bapak Asep, Mbak Vita, dan Mas Wahid selaku Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu materi di ruangan dan kunjungan ke zona pemanfaatan di sekitar kantor. Sayangnya, diskusi yang dilakukan masih dirasa kurang karena keterbatasan waktu.

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan wisata pelestarian alam yang dikelola melalui sistem zonasi untuk keperluan budaya maupun wisata alam. TNGM telah memenuhi syarat minimal sebagai Taman Nasional (TN) yaitu dengan memiliki 3 zonasi yaitu zona inti, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Selebihnya, TN diperbolehkan memiliki zona lain sesuai dengan keperluannya. Tentu saja syarat ini tidak main-main, karena harus memerhatikan pada 3 aspek yaitu aspek ekologi, aspek kondisi fisik, serta aspek sosial, budaya, dan masyarakat.

Di TNGM sendiri, ada beberapa zona tambahan yaitu zona tradisional, zona rehabilitasi, zona mitigasi dan rekonstruksi, serta zona religi dan budaya. Zona tradisional merupakan zona yang seringkali tertukar definisinya dengan zona pemanfaatan. Pada umumnya, zona tradisional digunakan merupakan zona pemanfaatan sesuai dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti sebelum berdirinya TN. Sedangkan zona pemanfaatan merupakan zona untuk keperluan wisata.

Kedua, zona rehabilitasi adalah zona yang dinilai sudah rusak dan membutuhkan pemulihan ekosistem. Selanjutnya adalah zona mitigasi dan konstruksi yang berada di daerah aliran material vulkanik dan membutuhkan proses normalisasi. Terakhir yaitu zona religi dan budaya, yaitu daerah yang digunakan untuk proses ritual, seperti Ritual Labuhan.

Seperti yang sudah diungkapkan, adanya sistem zonasi ini dipertimbangkan melalui 3 aspek penting yaitu aspek ekologi, kondisi fisik, dan sosial masyarakat. Hal ini menunjukkan pula bahwa merapi memang harus menjadi kawasan konservatif sebab memiliki nilai ekologi yang tinggi dan sekaligus sebagai penyangga fungsi hidroorologis.

Ketika sesi diskusi tiba, muncul pertanyaan mengenai perbedaan pendapat pembagian zonasi yang diajarkan di bangku kuliah dan yang dilakukan oleh pengelola. Perbedaan dinamika ini sesuai dengan perbedaan pandangan, tetapi sebenarnya tidak menyebabkan masalah yang berarti. Melalui diskusi ini juga diketahui bahwa populasi Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang hanya 4 ekor tersebut ternyata sudah berstatus ‘overload’ mengingat luas TNGM hanya 6.410 Ha sedangkan daya jelajah seekor Elang Jawa yaitu 70 km/hari.

IMG_7046

Selanjutnya, para peserta diajak berkeliling di sekitar zona pemanfaatan –yaitu zona wisata tempat adanya air terjun. Cukup mengejutkan melihat air terjun yang hari ini terlihat gersang akibat penurunan debit air. Artinya, kerusakan lingkungan memang benar-benar telah terjadi di kawasan TNGM. Akan tetapi, pengelola telah mengusahakan skema restorasi kawasan, sehingga diharapkan air tersebut dapat kembali. Tidak hanya sebagai kawasan pelestarian alam, keberadaan air terjun ini sekaligus menjadi daya tarik wisata yang utama di TNGM.

Dengan adanya berbagai masalah di TNGM, pihak pengelola mengharapkan adanya partisipasi dari Fakultas Kehutanan UGM terutama kepada mahasiswa untuk mengadakan penelitian di daerah tersebut demi pengembangan kawasan yang lebih baik. Dengan demikian, visi TNGM yaitu “Ekosistem Gunung Merapi Lestari dan Bermanfaat” diharapkan dapat tercapai. (AD)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.