AEC (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY) 2015

AEC (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY) 2015

Disarikan dari Kajian #Kastrat #AksiRimbawan

Jum’at, 19 September 2014

Oleh : Arina Damayanti*

Asean Economic Community merupakan salah satu jalan yang akan ditempuh oleh Indonesia dalam mencapai visi ASEAN 2020 menuju era pasar bebas. Tujuan utama dari program ini adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ekonomi yang kompetitif, wilayah pengembangan ekonomi yang merata dan daerah yang sepenuhnya terintegrasi dalam ekonomi global. Berbagai kemudahan dalam perdagangan bebas ini akan dicapai melalui pembebasan tarif perdagangan maupun kemudahan arus keluar masuk prosedur dan negara-negara di ASEAN. Hadirnya isu AEC ternyata tidak hanya meresahkan kaum pemerintah saja, melainkan sampai juga di tataran mahasiswa.

Oleh karena itu, Departemen Kastrat LEM FKT UGM mengadakan kajian mengenai peluang dan tantangan AEC ini dengan pembicara Akbar (Ketua BEM FEB UGM 2014). Dalam kajian tersebut disebutkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi peluang sekaligus tantangan AEC meliputi infrastruktur, Sumber Daya Manusia, luas wilayah dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Ketiga sektor ini merupakan sektor yang memang masih mengalami berbagai kendala, tetapi apabila dapat diselesaikan, maka ketiganya juga mampu berperan sebagai faktor pendukung Indonesia menjadi negara maju. Namun, perlu diingat bahwa AEC bukan merupakan tanda keruntuhan industri nasional, melainkan harus dapat ditempatkan sebagai suatu pemicu semangat mengatasi masalah internal bangsa Indonesia itu sendiri.

Salah satu hal yang perlu diperbaiki sejak awal adalah masalah infrastruktur. Sebab infrastruktur ini merupakan hal yang paling penting terkait dengan distribusi sumberdaya alam dan bahan pokok lainnya. Infrastruktur ini akan menjadi tolok ukur bagi pemerataan, karena jika infrastruktur baik, maka distribusi lancar. Artinya, kelangkaan dapat diminimalisir. Tantangan yang dihadapi adalah adanya fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang tentu saja membutuhkan modal yang besar untuk mampu memperbaiki infrastruktur tersebut. Selain itu, APBN yang dianggarkan pemerintah tahun ini khusus untuk infrastruktur sangat rendah.

Kedua, hal yang potensial sekaligus mengancam adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan luas wilayah Indonesia. Jumlah sumberdaya manusia sangat banyak apabila dibandingkan dengan negara berkembang maupun negara maju yang lain, yaitu sekitar 240 juta. Sayangnya, SDM Indonesia yang banyak ini tidak berbanding lurus dengan kemampuannya dalam suatu bilang. Dengan kata lain, kurang ahli. GCI (Global Competitivenes Index) di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura.

Ketiga, adanya UMKM yang tersendat akibat prosedur yang berbelit-belit. Pada tahun 2008 lalu, Indonesia mampu melewati krisis eonomi global justru disebabkan adanya UMKM ini. Tetapi, prestasi tersebut ternyata kurang dilirik oleh pemerintah, sehingga UMKM belum mampu berkembang pesat di negara Indonesia sendiri. Membuat usaha di luar negeri justru lebih mudah dan menguntungkan daripada di dalam negeri.

Setelah mengetahui tantangan dan peluang AEC ini, maka bagaimana solusi yang dapat diberikan sebagai saran, terutama untuk mahasiswa? Posisi mahasiswa terutama strategis untuk memperbaiki poin kedua, yaitu tentang memperbaiki sumberdaya manusia. Gelar sarjana yang didapatkan oleh mahasiswa ini harus bagus kualitasnya dan harus cerdas dalam mengambil peran maupun posisi penting terutama dalam perusahaan di dalam negeri. Adapun langkah kecil dan minimal yang bisa ditempuh mulai dari sekarang adalah mempersiapkan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi sehari-hari.

*Penulis adalah mahasiswa Silvikultur 2011 dan Kepala Departemen Media dan Informasi #AksiRimbawan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.