FORUM INTELEKTUAL #1
- Post by: admin
- Oktober 11, 2014
- No Comment
Oleh : Arina Damayanti*
Badan atau Lembaga Eksekutif tidak hanya berfungsi sebagai badan koordinasi antar lembaga maupun mengadakan kegiatan saja, tetapi merupakan wadah untuk menjaga semangat idealisme mahasiswa. Selama ini, salah satu evaluasi akhir kepengurusan LEM FKT UGM adalah adanya penurunan kualitas semangat idealisme dan kekritisan mahasiswa terhadap kebijakan yang umumnya bersifat top-down. Opini ini menjadi sangat meresahkan.
Dalam pembukaan Forum Intelektual yang pertama ini, Haviz Kurniawan selaku Ketua LEM FKT UGM 2014 menjelaskan bahwa perlu adanya upaya untuk menjaga semangat idealisme, sebab Lembaga Eksekutif Mahasiswa ini bukan Event Organizer (EO). Oleh karena itu, kabinet Aksi Rimbawan menginisasi adanya Forum Intelektual setiap Jum’at sore untuk menjaga kualitas kadernya melalui tema-tema idealis.
Pada hari Jum’at (10/9) telah dilaksanakan Forum Intelektual bertema Aksi dan Propaganda (Akspro). Mas Oik (Heroik Mutaqin, FISIPOL 2010) mengawali pembicaraan dengan melontarkan pertanyaan mengapa gerakan mahasiswa mengalami penurunan semangat dan bahkan tidak seradikal tahun-tahun sebelumnya, terutama pada saat peralihan orde baru ke reformasi. Sebagian besar peserta yang notabene merupakan anggota #AksiRimbawan angkatan 2014 rupanya telah menyadari penyebab turunnya sikap radikal ini, sehingga muncul jawaban seperti mahasiswa yang sudah merasa cukup dengan apa yang dimiliki, kurang kritisnya mahasiswa, dan adanya sikap apatis. Namun, ada hal besar yang menjadi penyebab utama, yaitu tidak adanya common enemy (musuh bersama) di kalangan mahasiswa. Common enemy yang dimaksud disini adalah struktur dan sistem pemerintahan maupun kebijakan yang tidak kelihatan.
Pembicara juga menanyakan pendapat para peserta tentang demonstrasi. Sebagian besar menyatakan bahwa demonstrasi adalah sikap yang cenderung anarkis dan tidak bersahabat. Tetapi, ini adalah stigma yang keliru. Demo merupakan gerakan politik ekstra parlementer yang terdiri atas demo konvensional (sesuai aturan perundangan baik UU keterbukaan publik dan UU kebebasan berpendapat) dan demo non konvensional (melanggar aturan yang ada). Aksi demonstrasi bukan hanya turun ke jalan, tetapi seiring berjalannya waktu dapat dilakukan dengan cara-cara damai dan modern, seperti penggunaan media. Sayangnya, saat ini kebanyakan media meliput aksi-aksi yang bersifat anarkis saja, sehingga telah membentuk pandangan yang keliru di kalangan masyarakat.
Salah satu contoh yang digambarkan Mas Oik adalah aksi #tolakUKT yang sempat bergaung beberapa bulan yang lalu. Dalam memperjuangkan suatu aspirasi, diperlukan proses advokasi dan pelobian yang panjang. Adapun upaya aksi yang dilakukan secara damai adalah dengan membagikan stiker untuk pencerdasa, booming hastag #tolakUKT, hingga memanfaatkan media dengan membuat video harlemshake.
Ketika sekarang sudah malas aksi atau turun ke jalan, jangan berhenti, tetapi lanjutkan aksi dengan cara yang lain. Pada akhir bahasan, Mas Oik menyampaikan 3 hal penting yang harus menjadi pegangan bagi para mahasiswa, yaitu 1) Jangan pernah takut aksi, sebabada banyak cara aksi seirinng perkembangan zaman 2) Memanfaatkan kekritisan saat masih menjadi mahasiswa, keberadaan di dalam organisasi akan membuat mahasiswa menjadi lebih sensitif terhadap suatu isu yang berkembang di kalangan masyarakat maupun mahasiswa itu sendiri 3) Jaga idealisme, sebab menukil kata-kata dari Tan Malaka, bahwa idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh mahasiswa.
*Penulis adalah mahasiswa Silvikultur 2011 dan Kepala Departemen Media dan Informasi #AksiRimbawan