Bumi dalam Ancaman Upaya Penanggulangan Krisis Energi

Bumi dalam Ancaman Upaya Penanggulangan Krisis Energi

OLEH: EGA DEWA PUTRA

Bumi adalah suatu planet tempat tinggal dari seluruh makhluk hidup dengan beserta isinya. Bumi ialah sebagai salah satu planet yang termasuk didalam sistem tata surya pada alam semesta ini. Sudah berapa juta tahun yang lalu bumi terbentuk yang dijelaskan kepada kita melalui berbagai macam teori ilmiah yang telah diutarakan oleh pala peneliti.

Menurut Ahli geokimia UCLA menemukan bukti bahwa kehidupan telah ada di Bumi setidaknya 4,1 miliar tahun lalu, 300 juta tahun lebih awal dari dari yang sebelumnya diperkirakan. Penemuan ini menunjukkan bahwa kehidupan di muncul tak lama setelah planet terbentuk sekitar 4,54 miliar tahun lalu. Dari penelitian tersebut, tidak bisa kita pungkiri bahwa bumi yang kita huni sampai sekarang ini sudah sangat tua usianya. Sudah berapa juta generasi yang pernah hidup di bumi. Sudah berapa besar dampak manusia yang telah diberikan kepada bumi selama berjuta tahun lamanya, entah itu dampak positif atau dampak negatif. Tentunya bumi dahulu sangatlah berbeda dengan bumi zaman sekarang.

Hal yang patut diperhatikan dan mestinya disadari adalah dari sektor energi khususnya upaya penanggulangan krisis energi yang sedang melanda dunia. Mengingat adanya hukum yang dikenal dengan nama hukum kekekalan energi dimana energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Singkatnya, jumlah energi yang ada dibumi tidak akan pernah bertambah banyak. Kemudian timbul masalah ketika populasi manusia bertumbuh dengan sangat pesat menyebabkan jumlah energi di bumi tidak diiringi laju bertambahnya populasi manusia. Sehingga terjadinya potensi krisis energi yang menjadi buah bibir diseluruh dunia. Maraknya kasus kelangkaan energi ini merupakan sebuah ancaman secara langsung bagi bumi. Bumi terus diambil sumber dayanya dalam skala besar tanpa ada proses recovery.

Pemanfaatan energi seperti ini dimulai sejak zaman revolusi industri. Akibat revolusi industri ini terjadi perubahan drastis dari masyarakat yang sebelumnya berpusat pada pertanian menjadi masyarakat yang berpusat pada industri, yang berakibat pada perubahan nilai-nilai masyarakat. Agar revolusi industri dapat terjadi maka diperlukan energi dalam jumlah besar, dan untuk memecahkan masalah ini kemudian dikembangkan mesin uap oleh James Watt dkk, dan bahan bakar yang digunakan adalah batubara. Dapat dikatakan bahwa tanpa pasokan energi dalam jumlah besar, revolusi industri tidak akan pernah terjadi.

Semakin lama bumi semakin dikuasai oleh oknum-oknum yang berdalih melakukan proyek penanggulangan krisis energi dengan memanfaatkan sumber daya bumi. Tidak disadari bahwa banyak diantaranya melakukan praktek illegal dimana bumi diambil sumber dayanya secara besar-besaran untuk kepentingan individu maupun kelompok. Banyak yang menjadi korban tentunya, seperti contohnya kawasan hutan, satwa, dan perairan. Sebagai akibatnya, seperti yang sudah ditunjukkan di atas, muncul masalah polusi lingkungan yang menyertai konsumsi energi dalam jumlah besar. Pada awalnya akibat konsumsi batubara yang besar, daerah di sekitar pabrik penuh asap, polusi udara karena materi beracun seperti jelaga dan asam sulfat mengganggu kesehatan pekerja dan penduduk. Akhir-akhir ini, polusi air laut akibat kecelakaan kapal tanker juga menjadi masalah. Terakhir, timbul masalah pemanasan global akibat CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, dan ini memberikan pengaruh yang besar kepada kebijakan energi di tiap-tiap negara, dan walaupun telah dilakukan diskusi secara internasional, akan sangat sulit untuk menemukan cara menekan CO2, karena CO2 dikeluarkan dari rentang aktivitas yang luas. Dengan latar belakang ledakan penduduk semacam ini, untuk pertumbuhan atau mempertahankan ekonomi dibutuhkan konsumsi sumberdaya dan energi dalam jumlah besar, yang akibatnya akan muncul rangkaian sebab akibat berupa memburuknya lingkungan. Hubungan erat antara pertumbuhan ekonomi, sumberdaya energi dengan masalah lingkungan disebut masalah trilema, dan saat ini sepertinya belum ada kebijakan untuk mengatasi hal ini.

Semua mengalami campur tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam pengambilan energi. Sudah seharusnya praktek seperti ini kita perangi bersama dan terus kritisi. Sebagai seorang akademisi mempunyai peran penting dalam hal ini yaitu dengan bagaimana menemukan energi alternatif untuk mengurangi laju pengambilan dari sumber daya bumi, bahkan alangkah lebih baiknya tanpa mengambil sumberdaya bumi yang berakibat rusaknya lingkungan bumi.

Semua manusia yang hidup di bumi ini mampu berpartisipasi dalam menjaga bumi untuk mengurangi laju kerusakan bumi. Misalnya dengan cara mematikan lampu sesudah penggunaan. Perlu diketahui bahwa masalah pemborosan energi secara umum sekitar 80 persen oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis.

Efisiensi energi sebaiknya penekanannya lebih ke demand side management (DSM), di masyarakat kadangkala efisiensi energi diartikan juga sebagai penghematan energi. Menggunakan energi secara efisien bukan berarti penggunaan energi harus mengorbankan kenyamanan misalnya membaca buku di ruangan gelap untuk menghemat lampu atau mematikan seluruh AC di gedung demi menghemat biaya listrik. Keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan,kedisplinan dan kesadaran akan hemat energi. Bukan hanya itu cara efisiensi energi, cara lain diantaranya melakukan perawatan dan perbaikan pada alat-alat yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses produksi di industri yang hemat energi dan lain-lain.

Sejatinya, dengan adanya hari bumi tiap tahun diperingati. Seharusnya bukan semata-mata hanya untuk dipropagandakan, namun yang paling penting bagaimana cara eksekusinya dan implementasinya secara continue dikehidupan sehari-hari. Bagaimana cara tiap manusia dapat berkontribusi secara kongkrit dalam memperingati hari bumi. Tentunya, kegiatan ini tidaklah perlu menunggu saat hari bumi, namun seharusnya dilakukan setiap hari dengan terus berasumsi bahwa hari bumi adalah setiap hari. Hal sekecil apapun yang manusia lakukan apabila dilakukan dengan skala besar, tentunya akan berdampak besar. Apapun yang dipilih, manusia sejak saat ini diharapkan berkembang dengan memikirkan keseimbangan antara ekonomi, energi dan lingkungan, agar dapat hidup di ruang bumi yang terbatas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.