Rilis Kajian Taman Timur “KONFLIK DATANG, TNGM DIRAMBAH PENAMBANG”

Rilis Kajian Taman Timur “KONFLIK DATANG, TNGM DIRAMBAH PENAMBANG”

kajian tantim

Oleh Bapak Dr. Ir Tri Atmojo

Taman nasional merupakan wilayah konservasi yang tidak boleh diintervensi oleh gangguan dari luar, karena fungsinya untuk menjaga ekosistem alami yang berlangsung di alam. Namun hal berbeda terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi yang mengizinkan penggunaan Taman Nasional untuk diambil sumberdaya alamnya, dan konflik pun tidak dapat dihindarkan akibat kesalah pahaman dengan masyarakat sekitar. Pada awal mulanya Taman Nasional ini adalah kawasan hutan lindung milik Perhutani, dan masyarakat diperbolehkan memanfatkan sumberdaya alam, berupa pasir, cabang pohon, dan rerumputan.

Sumberdaya alam yang paling memberikan nilai ekonomi besar bagi masyarakat adalah pasir, yang ditambang di Jurang Jero sumbang dukun. Karena sejak awal telah ada perjanjian antara masyarakat dengan pihak Perhutani sebelumnya. Meskipun secara regulasi, kawasan taman nasional tidak boleh diberikan perlakuan apapun, apalagi kegiatan penambangan. Namun pihak TNGM mengatakan bahwa pasir yang ditambang ada di POD yang ada di sepanjang jalan.

Ketika Gunung Merapi erupsi, DAM terisi pasir dalam setinggi 6 meter pasir itulah yang diizinkan untuk ditambang. Jika pasir tidak dikeruk maka pasir akan melebar, mematikan pepohonan yang ada di sekitar dengan begitu justru akan merusak kawasan. Karena itulah mereka boleh menambang, tapi hanya deperbolehkan pada malam hari. Masalah muncul ketika penambang tidak hanya mengambil pasir yang diperbolehkan untuk diambil oleh pihak TNGM, mereka menambang hingga area dalam. Area dimana terdapat pasir yang lebih bagus, bahkan pihak Perhutani pun tidak pernah mengizinkan mereka menambang disana.

Sehingga pihak TNGM memutuskan untuk melakukan pelarangan bagi kegiatan penambangan pasir untuk mereka. Disinilah konflik antara penambang dengan pihak TNGM dimulai, penambang marah dan menyalahkan pihak TNGM karena menambang adalah penghasilan pokok mereka.  Namun setelah dilakukan penelitian ternyata pasir yang ditambang adalah pasir galian C yang perlu izin tambang, dan pihak penambang ternyata tidak memiliki izin sama sekali untuk melakukan penambangan.

Secara hukum pihak TNGM akan menang mutlak karena memang merupakan kawasan konservasi yang berizin, dan penambang tidak punya kekuatan hukum sama sekali. Namun secara sosial pihak TNGM tidak bisa begitu saja membawa masalah ini ke ranah hukum, sebab kebanyakan dari penambang adalah masyarakat sekitar dan itu adalah pekerjaan utama mereka. Setelah kejadian tersebut terjadi kebakaran di kawasan TNGM, yang diindikasikan dibakar oleh sebagian masyarakat kecil. Kemungkinan pembakaran hanya dilakukan sekali namun ada bibit api yang belum benar-benar bisa dipadamkan, sehingga dengan kondisi musim kering saat ini api mudah tersulut untuk terbakar lagi.

Untuk sumber daya lain yang berupa kayu dan rencek atau rumput secara regulasi juga tidak boleh dibawa keluar dari kawasan taman nasional sebab konsep pembanguna taman nasional adalah pagar bagi ekosistem alami yang tidak boleh diintervensi apapun. Tetapi masyarakat diizinkan oleh pihak TNGM untuk mengambil recek atau rumput sebab itu digunakan oleh masyarakat untukkayu bakar sebagai kebutuhan pokok. Hal yang secara regulasi tidak boleh dilakukan terpaksa dilakukan demi kemaslahatan masyarakat sektar kawasan taman nasional.

Dengan adanya konflik antara penambang dengan pihak TNGM, akhirnya pihak TNGM berusaha mencari jalan keluar dengan 3 cara, secara akademik dengan komunikasi BPTKD untuk tau seberapa banyak volume pasir yang boleh diambil. Secara tata ruang, dengan dengan pemakaian zonasi, mitigasi bencana berapa pasir yang bisa diambil, dan secara preventif dengan pendamaian kepada pihak penambang.

Pihak TNGM kemudian mengajak masyarakat untuk berpindah pekerjaan ke sektor wisata, para penambang kemudian diajak ke Kalibiru yang sektor wisatanya sudah berhasil. Namun ternayata mereka untuk berpindah pekerjaan karena penghasilannnya yang berbeda, dan untuk mencapai sukses di sektor wisata bukanlah hal yang mudah. Padahal taman nasional ini memiliki keunikan sendiri karena adanya vulcano, sehingga dapat membentuk ekosistem sendiri misalnya tanaman Akasia yang banyak tumbuh di bagian atas tanpa pernah ditanami. Untuk pengambilan berupa kayu masyarakat diberikan perjanjian untuk hanya mengambil kayu yang telah mati dan roboh saja.

Meskipun kawasan nasional terkesan seperti pagar pembatas yang tidak boleh dimasuki oleh kegiatan lain, namun pada kawasan rimba diperbolehkan untuk kegiatan yang sifatnya tidak mengganggu ekosistem taman nasional dengan skala kecil. Kesimpulannya konflik yang terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi adalah karena masyarakat yang merasa tidak puas dengan pasir yang boleh mereka ambil. Sehingga mereka mengambil pasir yang ada di bagian dalam kawasan taman nasional, yang pada dasarnya tidak boleh diambil. Sehingga masyarakat marah dan menyalahkan pihak TNGM dan ada indikasi sementara mereka melakukan pembakaran untuk meluapkan kemarahan mereka. Untuk menghadapi konflik seperti itu mereka banyak belajar kepada pihak yang telah berpengalaman, salah satunya belajar pada dosen- dosen.

Categories: Kajian Strategis
Tagged:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.